By, Kompas
SEBAGAI sebuah elemen mebel, sofa yang memiliki bentuk dan dimensi relatif besar dengan mudah menjadi pusat perhatian dari skema sebuah dekorasi ruang. Menyesuaikan fungsinya yang sangat variatif, sofa didesain dengan ragam bentuk, ukuran, material rangka dan bahan pelapis. Setiap aspek ini memberikan konsekuensi pada nilainya yang juga menjadi sangat beragam.
Secara fisik sofa umumnya terdiri dari tiga dudukan (three seaters), dua dudukan (two seaters)-lazim disebut dengan istilah love seats, dan satu dudukan (one seater). Faktor kekuatan mengandalkan konstruksi rangka kayu yang berkualitas, busa dan per berfungsi membentuk sandaran dan dudukan-keseluruhannya mengambil bagian dari keindahan desain dan kenyamanannya.
Sofa berasal dari bahasa Arab: soffah, sementara dalam bahasa Inggris disebut couch, atau dalam bahasa Perancis: coucher, dan bahasa Turkinya divan. Sejak dulu sofa menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Bagi bangsa Mesir dan Yunani kuno, sofa menjadi status simbol-mengamati sofa yang digunakan Tutankhamen, tinggi sofa menjadi ukuran yang menentukan status simbol pemiliknya.
Menarik perhatian adalah John Collier (1850-1934) dalam lukisannya The Death of Cleopatra yang memberikan ilustrasi sofa pada zaman itu yang mengadopsi anatomi tubuh binatang dan melayani fungsi yang sangat unik, yaitu sebagai tempat membaringkan mayat. Adapun masyarakat Yunani kuno menggunakan sofa sebagai bagian dari meja makan dan tempat berbaring pada siang hari.
Sofa yang diproduksi sebelum abad 16 banyak dihiasi kaki-kaki kayu yang diukir indah. Sementara Eropa mulai dipengaruhi China, ini menumbuhkan desain yang disebut Chinoisiere. Pada abad berikutnya ukiran kayu tampil semakin mendetail, ditunjang bahan pembungkus yang juga makin bervariasi.
Munculnya penemuan baru di Eropa juga memengaruhi desain sofa. Di satu sisi ukiran semakin terelaborasi, di sisi lain karakter industri mulai berkembang. Dampak zaman modern mengantar penemuan material dan bahan kayu yang menjadikan sofa semakin terjangkau masyarakat umum. Konsekuensinya, citra sofa sebagai status simbol bergerak menjadi mebel milik umum.
Kenyataan ini membuat para desainer, seperti Le Corbusier, Mies van der Rohe, dan Marcel Breuer, masa itu melahirkan desain sofa yang menerjemahkannya dengan nilai estetika tinggi melalui perpaduan bahan galian industri: metal dengan bahan alami kulit.
SEJAK awal abad 17 sofa dengan bahan pembungkusnya telah menjadi pelengkap mebel di rumah hunian. Sekarang sofa ditemukan hampir di setiap hunian. Sofa yang umumnya tampil dengan bantalan lengan menjadi tempat duduk untuk melepaskan kepenatan, menunggu, membaca, dan berkomunikasi. Sofa nyaris bisa digunakan hampir di setiap ruangan. Di ruang tamu, bagi pemilik rumah yang ingin berhadapan dengan tamu dalam suasana formal dapat memilih bentuk sofa yang juga berbentuk formal. Di sini bahan pembungkusnya cenderung mengarah kepada kulit atau kain tanpa corak maupun bercorak geometris. Bagi pemilik rumah yang ingin memberi suasana “welcome” dapat memilih bentuk sofa yang lebih luwes, dengan pilihan kain pelapis dan warna lebih bervariasi.
Sementara sofa untuk ruang keluarga umumnya berbentuk lebih santai sehingga memberi kemungkinan setiap orang dapat memilih posisi sesuai dengan postur dan kebutuhan masing-masing. Di sini diperlukan pemilihan warna kain pelapis sofa yang menimbulkan suasana hangat dan akrab. Perlu dipikirkan pula kebutuhan menambahkan bahan pelapis yang lebih heavy duty, tahan kotor, dan mudah dibersihkan. Untuk sofa di ruang keluarga sebaiknya pilih bentuk yang fleksibel dan modular, baik untuk dudukan maupun sandarannya. Ada juga sofa yang memakai bahan bulu angsa untuk memberi kenyamanan saat diduduki, dan tetap rapi sesudahnya.
Untuk ruangan lainnya, seperti ruang kerja, ruang baca, atau kamar tidur, Anda bisa memilih sofa dengan bentuk dan ukuran sesuai besarnya ruangan serta aktivitas penggunanya. Di ruang kerja dan ruang baca bisa diletakkan sofa yang desainnya nyaman untuk membaca dan bekerja. Adapun di ruang TV bisa dipilih sofa yang mampu menopang tubuh menahan kelelahan, misalnya dengan sandaran yang lebih tinggi daripada umumnya. Untuk ruang tidur yang cukup luas, sofa dapat menjadi tempat membaca atau aktivitas lain yang tak sempat dilakukan di ruang keluarga.
Di ruang-ruang tersebut dapat dipilih alternatif day bed, sofa yang dapat dipergunakan untuk berbaring. Day bed yang sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Romawi berupa sofa panjang atau sofa yang diberi sandaran lengan pada satu sisinya.
Di teras yang luas dan cukup tertutup dari pengaruh cuaca dapat ditempatkan sofa dengan bahan untuk indoor. Guna memberikan tekanan yang berbeda dengan ruang di dalam rumah, pemilihan sofa dengan rangka kayu, rotan, metal (besi, aluminium, dan stainless steel) akan memperkaya perpaduan konsep arsitektur dan interior rumah secara keseluruhan.
PADA ruang yang selain berskala besar juga melayani lalu lintas manusia dalam jumlah yang besar, seperti rumah sakit, banking hall, dan bandara, sofa hadir dengan rangka dari bahan yang lebih tahan benturan dan kulit imitasi ataupun kain pelapis yang heavy duty. Desain sofanya merupakan kombinasi antara konvensional dan kontemporer. Tidak jarang sandaran dan dudukan sofa di sini dibuat dari bahan yang tidak ditemuai di ruang- ruang lain, misalnya, kayu, metal (antara lain dalam bentuk jaring), sampai batu alam.
Kantor-kantor yang tidak terlalu terbuka untuk umum tidak terlalu bergeser dari pilihan bentuk sofa yang konvensional. Desainer interior yang jeli dapat menangkap dan memancarkan tuntutan rasa kepercayaan yang tinggi, wibawa, kredibilitas dan karakter masing-masing perusahaan lewat penempatan sofa yang sesuai.
Walaupun tidak perlu terlalu formal, umumnya di kantor, orang tidak akan duduk sesantai seperti di rumah sehingga desain sofa mau tidak mau tampil lebih kaku. Bahan kulit asli maupun sintetis dengan warna gelap dan berbagai jenis kain bercorak lebih geometris umumnya menjadi pilihan untuk sofa di kantor-kantor.
Desain dan warna sofa yang unik bisa menjadi menunjang bagi kantor yang jenis usahanya mempunyai citra dan target pasar tersendiri. Mereka sengaja ingin tampil beda, dinamis, kreatif, penuh paduan warna dan bentuk, sesuai dengan karakter golongan usaha dan usia ini. Selain itu, waktu panjang yang dilalui orang di kantor menuntut adanya elemen interior yang memberikan suasana santai, terutama bagi mereka yang intensitas waktu kerjanya melampaui jam kantor pada umumnya, misalnya bank, notaris, kantor pengacara, arsitek, desainer interior, desainer grafik, dan rumah produksi.
Kreativitas khusus yang lebih bersifat pribadi di kantor bisa muncul antara lain pada ruang kerja eksekutif. Ruang kerja yang bersifat lebih pribadi ini memungkinkan penggunaan bentuk, bahan, dan warna sofa sesuai karakter penggunanya. Keterbukaan ini memungkinkan pula perempuan eksekutif memilih bahan pelapis sofa bermotif bunga dan warna yang lebih variatif.
SEMENTARA itu, untuk restoran, terutama kafe, sofa menjadi salah satu tempat favorit pengunjung yang datang tak sekadar ingin makan dan minum saja. Untuk itu perpaduan kursi makan dengan sofa sering lebih terisi karena menawarkan alternatif lain di dalam ritual makan dan minum. Di sini pemilihan bahan perlu berhati-hati dengan mempertimbangkan variasi usia pengunjung dan risiko noda makanan dan minuman, terlebih pada restoran dan kafe yang memilih warna muda.
Kebutuhan ini memberikan tantangan bagi produsen bahan pembungkus sofa untuk berinovasi memproduksi bahan dan lapisan pelindung tambahan terhadap makanan dan minuman. Solusi ini sangat bermanfaat karena tidak membuat surut kreativitas desainer interior jika harus bertahan dengan komposisi desain warna muda, tetapi membutuhkan perawatan yang mudah.
Mengingat ritual makan yang relatif panjang, sebaiknya pilih sofa dengan sandaran yang lebih tegak dan dudukan yang tidak terlalu dalam. Faktor ini perlu dijaga karena dapat menyebabkan kelelahan dan kenyamanan di dalam mendukung posisi tubuh saat makan.
Tema tatanan interior restoran dan kafe yang sangat variatif membuka pintu lebar dalam menentukan material sofa. Selain sofa yang sepenuhnya dibungkus oleh kulit atau kain dan busa, variasi kayu, metal dan plastik, bahkan rotan, menjadi pilihan yang dapat disesuaikan dengan tema masing- masing.
Sementara untuk hotel, selain desain untuk estetika, mereka biasanya juga memerhatikan hal-hal teknis lainnya untuk keamanan tamu, seperti kain yang tahan api. Demikian juga frekuensi pergantian tamu yang tinggi, mengharuskan sofa dibuat dengan material dan bahan pelapis yang kuat dan tahan lama. Keunikan dari sofa untuk hotel adalah peremajaan yang perlu dilakukan di dalam periode sekitar lima tahun.
Peremajaan ini bisa menempatkan hotel menjadi salah satu trend setter bagi mebel dan interior. Kehadiran hotel baru maupun yang mengalami peremajaan sering menempatkan bahan dan warna sebagai sorotan masyarakat, terutama kelompok yang terlibat di dalam dunia desain.
PERKEMBANGAN teknologi yang menjalar ke seluruh aspek hidup manusia memberikan ide bagi para desainer dan produsen. Bahan baru bagi sofa yang mulai diperkenalkan adalah plastik. Teknologi baru menawarkan plastik sebagai bahan alternatif untuk sofa yang nyaman. Batasan bentuk yang sebelumnya menjadi hambatan karena bahan sekarang bisa lebih bebas diterjemahkan. Selain mampu menawarkan desain yang dinamis dan organis, plastik juga membuat sofa lebih ringan, mudah dipindahkan dan dipergunakan untuk berbagai kegiatan.
Dari waktu ke waktu, desain, bentuk, material, bahan pelapis, dan warna memberikan sentuhan-sentuhan yang baru untuk sofa. Sejarah sofa nyatanya tak lepas dari sejarah pengguna dan para pembuatnya.
Sejarah mencatat sederet nama-nama penguasa pada zamannya seperti Louis XIV, George I, Queen Anne, demikian juga para desainer seperti Adam, Chippendale, dan Sheraton yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama model sofa sesuai zaman dan karya masing-masing. Sofa berperan sebagai saksi setiap semangat zaman yang mencerminkan pola pikir dan gaya hidup periode masing-masing.
Floris van de Brocke yang pernah menjabat sebagai Ketua Independent Designers Federation dan profesor pada Royal College of Art di London pernah memimpikan untuk mendirikan pusat pengembangan desain, di mana prototipe-prototipe yang belum sempat diproduksi dapat dipelihara. Sering kali dia melihat kenyataan bahwa ide-ide yang baik lenyap begitu saja, “hanya” karena tidak dapat langsung diterima nilai komersialnya.
ALWI SJAAF Arsitek dan Desainer Interior










